Abul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani (Bahasa Arab: أبو عباس تقي الدين أحمد بن عبد السلام بن عبد الله ابن تيمية الحراني), atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taimiyah saja (lahir: 22 Januari 1263/10 Rabiul Awwal 661 H – wafat: 1328/20 Dzulhijjah 728 H), adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki.
Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'ut tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'in, adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.
Biografi
Ia berasal dari keluarga religius. Ayahnya Syihabuddin bin Taimiyah
adalah seorang syaikh, hakim, dan khatib. Kakeknya Majduddin Abul Birkan
Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani adalah seorang ulama
yang menguasai fiqih, hadits, tafsir, ilmu ushul dan penghafal Al Qur'an
(hafidz).
Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268), Ibnu Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.
Perkembangan dan hasrat keilmuan
Semenjak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus,
ia segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada
para ulama, hafizh dan ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan
otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang. Ketika umurnya
belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu ushuluddin dan
mendalami bidang-bidang tafsir, hadits, dan bahasa Arab. Ia telah
mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kutubu Sittah
dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.
Suatu kali ketika ia masih kanak-kanak, pernah ada seorang ulama besar dari Aleppo, Suriah
yang sengaja datang ke Damaskus khusus untuk melihat Ibnu Taimiyah yang
kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes
dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu
Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula
ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, iapun dengan tepat pula
mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya, sehingga ulama tersebut
berkata: "Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan
besar, sebab belum pernah ada seorang bocah sepertinya".
Sejak kecil ia hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama
sehingga mempunyai kesempatan untuk membaca sepuas-puasnya kitab-kitab
yang bermanfaat. Ia menggunakan seluruh waktunya untuk belajar dan
belajar dan menggali ilmu, terutama tentang Al-Qur'an dan Sunnah Nabi.
Kepribadiannya
Dia adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada
garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika dibenakku
sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang
muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau
kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal
itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya
tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi
cita-citaku.”
Menjadi Jenderal
Sangat luar biasa, tidak hanya di lapangan ahli ilmu pengetahuan saja
ia terkenal, ia juga pernah memimpin sebuah pasukan untuk melawan
pasukan Mongol
di Syakhab, dekat kota Damaskus, pada tahun 1299 Masehi dan beliau
mendapat kemenangan yang gemilang. Pada Februari 1313, beliau juga
bertempur di kota Jerussalem dan mendapat kemenangan. Dan sesudah
karirnya itu, beliau tetap mengajar sebagai profesor yang ulung [1]
Pendidikan dan karyanya
Di Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-Qur'an.
Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan
usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.
Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam menelusuri Hadits
dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadits)
baik yang lemah, cacat atau shahih. Ia memahami semua hadits yang
termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad.
Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah atau dalil, ia memiliki
kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan
kelemahan para mufassir atau ahli tafsir. Tiap malam ia menulis tafsir,
fiqh, ilmu 'ushul sambil mengomentari para filusuf . Sehari semalam ia
mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai
pendapatnya dalam bidang syari'ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi
bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang
terkenal adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam
agama Islam
Wafatnya
Ibnu Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur an surah Al-Qamar yang berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin"[1]
. Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa
hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20
DzulHijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin.
Jenazah ia disalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah salat Zhuhur
dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.
Catatan Kaki
- ^ a b Taqijuddin Ibnu Taimyah,Prof. 1967. Pokok-pokok Pedoman Islam Dalam Bernegara. Bandung: C.V. Diponegoro.