Powered By Blogger

Sabtu, 27 April 2013

ADAB DAN KEUTAMAAN MEMBACA AL-QUR'AN

A. Adab Membaca Al-Qur'an

Membaca Al-Qur'an adalah membaca firman firman Allah SWT. dan berkomunikasi dengan-Nya, maka seorang yang membaca Al-Qur'an seolah olah berdialog dengan Allah. Oleh karena itu,di perlukan adab yang baik dan sopan di hadapan-Nya.Banyak adab membaca Al-Qur'an yang di sebut para ulamadi antaranya:

1. Berguru secara musyafahah
Seorang murid sebelum membaca ayat ayat Al-Qur'an terlebih dahulu berguru dengan seorang guru yang ahli dalam bidang Al-Qur'an secara langsung. Musyafahah dari kata syafawi = saling bibir-bibiran,artinya kedua murid dan guru harus bertemu langsung, saling melihat gerakan bibir masing-masing pada saat membaca Al-Qur'an,karena murid tidak akan bisa membaca secara fashih sesuai dengan makhraj (tempat keluar huruf) dan sifat-sifat huruf tanpa memperhatikan bibirnya atau mulutnya pada saat membaca Al-Qur'an.Di samping itu banyak lafazh-lafazh Al-Qur'an yang bacaannya aneh berbeda dengan tulisan umum sebagai mana bacaan para ImamQira'ah Sab'ah (Qira'ah Tujuh).
Secara lahir Nabi Saw. belajar dengan jibril As. secara langsung atau (Musyafahah ) pada saat turun ayat, sekalipun secara substansinya yang mengajarkannya Allah SWT. Demikian juga Nabi belajar pada Jibril pada saat tadarus setiap bulan suci Ramadhan untuk memeriksa kebenaran bacaan Al-Qur'an (Q.S.Al-Qiyamah :(75) 16-19).

2. Niat membaca dengan ikhlas
Seseorang yang membaca Al-Qur'an hendaknya berniat baik yaitu niat beribada karena Allah untuk mencari ridho Allah, bukan mencari ridho manusia (Q.S. Al-Bayyinah (98) : 5)

3. Dalam keadaan bersuci
Di antara adab membaca Al-Qur'an adalah besuci dari hadas kecil dan besar,dan segala najis sebab yang di baca adalah wahyu Allah atau firman Allahbukan perkataan manusia.
(Q.S. Al-Waqi'ah (56) : 79-80)

4. Memilih tempat yang pantas dan suci
Tidak seluruh tempat sesuai untuk membaca Al-Qur'an ada beberapa tempat yang tidak sesuai untuk membaca Al-Qur'an seperti Wc,kamar mandi,di tempat yang kotordan lain lain.Hendaknya pembaca Al-Qur'an memilih tempat yang suci dan tenang seperti masjid,mushalla,rumah dan lain lain.Sesuai kondisinya Al-Qur'an yang suci dan merupakan firman Allah yang maha suci,maka sangat relevan jika lingkungn pembaca mendukung kesucian tersebut.karena tempan yang pantas sangat mendukung untuk pembaca maupun untuk mendengar.

5. Menghadap kiblat dan berpakaian sopan
Pembaca Al-Qur'an di sunnahkan menghadap kiblat secara Khusyu',tenang ,menundukan kepala dan berpakaian sopan Dalam suatu hadist di riwayatkan yang artinya :
Sebaik ibadah umatku adalah membaca Al-Qur'an ( HR. Al- Baihaqi )
Oleh karena itu, jika memungkinkan dan tidak terhalangoleh sesuatu, alangkah baiknya di laksanakan di tempat yang suci dan menghadap kiblat.

6. Bersiwak ( gosok gigi)
Di antara adab membaca Al-Qur'an di sunnahkan bersiwak atau gosok gigi terlebih dahulu sebelum membaca Al-Qur'an,agar harum bau mulutnya dan bersih dari sisa makanan atau bau yang tidak enak.Sebagaimana yang di lakukan sebagian ulama (An-Nawawi), dalam bukunya Al-Adzkar .....hlm. 99 ) yang berbunyi : Ya Allah berkahilah aku dalam ( bersiwak)wahai tuhan yang maha pengasih dari yang maha pengasih.

7. Membaca ta'awwudz
Di sunnahkan membaca ta'awwudz terlebih dahulu sebelum membaca Al-Qur'an sebagaimana firmah Allah yang artinya:
Apabila kamu membaca Al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk (Q.S An-Nahl (16) : 98 )
Hanya membaca Al-Qur'an saja yang di perintahkan untuk ta'awwudz terlebih dahulu sebelum membacanya.Dengan demikian ta'awwudz hanya di khususkan untuk membaca Al-Qur'an.

8. Membaca Al-Qur'an dengan tartil
Tartil artinya membaca Al-Qur'an dengan perlahan-lahan, tidak terburu-buru dengan bacaan yang baik dan benar sesuai dengan Makhroj dan sifat sifatnya sebagaimana yang di jelaskan dalam ilmu tajwid.Allah telah berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya:
Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan.(Q.S. Al-Muzammil:(73):4)


9. Merenungkan makna Al-Qur'an
Di antara adab membaca Al-Qur'an adalah merenungkan arti ayat-ayat Al-Qur'an yang dibaca, yaitu dengan menggerakan hati untuk memahami kat-kata Al-Qur'an yang di baca semampunya atau yang di gerakan lidah sehingga mudah untuk memahami dan kemudian di amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Allah befirman di dalam Al-Qur'an yang artinya:
Berkatalah Rasul:" Ya Tuhanku sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an ini suatu yang tidak di acuhkan". (Q.S. Al-Furqan:(25) :30)
Dalam kaitan ayat ini Syaikh-ul-Islam Ibnu Taimiyah berkata : Barang siapa yang tidak membaca Al-Qur'an berarti meninggalkannya, dan barang siapa yang membacanya tetapi tidak merenungkan maknanya berarti meninggalkannya, dan barang siapa yang membacanya dan merenungkannya tetapi tidak mengamalkannya berarti meninggalkannya.
Setiap umat islam seharusnya mempunyai buku penuntun makna Al-Qur'an, minimal Al-Qur'an terjemahnya untuk di pahami isinya dan bertanya kepada para ahli jika mengalami kesulitan dalam memahaminya.Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa membaca Al-Qur'an dengan mushaf lebih utama dari pada hafalan.Tetapi An-Nawawi berpendapat tidak mutlak yang penting renungannya, jika dengan hafalan merenungkan maknanya dengan baik tentu itu lebih baik.


10. Khusyu dan khudhu
Di antara adab membaca Al-Qur'an adalah khusyu dan khudhu. Artinya merendahkah hati dan seluruh anggota kepada Allah sehingga Al-Qur'an yang di baca mempunyai pengaruh bagi pembacanya.Ayat-ayat yang di baca mempunyai pengaruh rasa senang,gembiran dan banyak berharap ketika mendapat ayat ayattentang rahmat dan kenikmatan. Demikian juga ayat-ayat yang di baca mempunyai rasa takut,sedih dan menangis ketika ada ayat-ayat ancaman.Hadist diriwayatkan ibnu Mas'ud berkata: Rasulullah saw. bersabda: "bacakan Al-Qur'an padaku!"Aku berkata: Ya Rasulallah bagaimana aku membacakan atas engkausedang Al-Qur'an di turunkan atas engkau ? Rasul menjawab : "Ya, sesungguhnya aku senang mendengarnya dari selain aku".Kemudian aku membaca surat An-Nissa (4): 41

Kemudian beliau bersabda: Cukup aku menoleh melihanya ketika itu kedua mata beliau meneteskan air mata (HR.Al-Bukhari)
11. Memperindah suara
Al-Qur'an adalah hiasan bagi suara, maka suara yang bagus akan lebih menembus hati. Usahakan untuk memperindah suara dalam membacanya walaupun suara kita tidak terlalu bagus.Dalam sebuah hadist Rasulullah saw. bersabda:

Hiasi Al-Qur'an dengan suaramu. (HR. Ibnu Hibban)
Hadist lain Nabi bersabda:
Barang siapa yang tidak mendengungkan suara membaca Al-Qur'an maka tidak tergolong umatku (HR.Abu Dawud)

12. Menyaringkan suara
Masalah menyaringkan suara dalam membaca Al-Qur'an ada beberapa hadist yang menerangkan keutamaannya,tapi ada juga hadist yang menjelaskan keutamaan pelan atau perlahan-lahan. para ulama mengkompromikan kedua hadist tersebut, perlahan-lahan lebih baik bagi orang yang khawatir akan pamer atau riya. Tetapi jika tidak khawatir demikian, membaca dengn suara jahar (nyaring) lebih utama dari pada pelan (sirri). Karena suara yang nyaring dapat menggugah hati yang sedang tiduragar ikut merenungkan maknanya, akan tambah semangat membacanya dan bermanfaat bagi pendengar lain. Dalam hadist Nabi di jelaskan :

Dari Abu Hurairah Ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: Allah tidak mengizinkan sesuatu sebagaimana apa yang di izinkan kepada Nabi saw.,bagus suaranya untuk mendengungkan Al-Qur'an dan mengraskannya.(HR. Muslim)
Maksud hadist di atas, Allah senang mendengarkan bacaan ahli Al-Qur'an dengan tartil dan suara merdu.

13. Tidak di potong dengan pembicaraan lain
Membaca Al-Qur'an adalah berdialog dengan Allah,karena Al-Qur'an adalah firman-Nya.Al-Baihaqi meriwayatkan dalam sebuah riwayat yang shahih, bahwa Ibnu Umar apabila membaca Al-Qur'an tidak berbicara sehingga selesai (kitab An-Nazili).

14. Tidak melupakan ayat-ayat yang sudah di hafal
Seseorang yang sudah hafal Al-Qur'an maupun sebagian, hendaknya tidak sengaja melupakannya,apa yang sudah hafal di luar kepala hendaknya di simpan dalam hati jangan di biarkan begitu saja,karena Al-Qur'an lebih cepat hilangnya di banding unta yang di ikat.Hadist yang di riwayatkan dari Abu Musa Asy-Asy'ary, Rasulullah bersabda;

Bacalah Al-Qur'an secara terus-menerus, maka demi Dzat jiwa Muhammad di bawah kekuasaan-Nya. Sesungguhnya ia (Al-Qur'an) sangat mudah lepas dari pada unta yang ada talinya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan orang-orang yang sengaja melupakan hafalannya di ancam oleh Allah sebagaimana hadist di riwayatkan Sa'ad bin Ubadah dari Nabi saw. bersabda:

Barang siapa yang membaca Al-Qur'an kemudian ia melupakannya, maka ia akan bertemu Allah besok hari kiamat dalam keadaan sakit lepra. (HR.Abu Dawud dan Ad-Darimi)
15. Hendaknya menggunakan tangan kanan atau kedua tangan
Di antara adab membaca Al-Qur'an yaitu ketika membaca hendaknya menggunakan tangan kanan untuk memegang Al-Qur'an atau kedua tangan kanan dan kiri, karena itu lebih sopan dari pada kita memegang Al-Qur'an dengan tangan kiri.



Keutamaan-Keutamaan Al Qur’an

Kategori: Al-Quran
2 Komentar // 28 April 2012
[1] al-Qur’an adalah Cahaya
Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa’: 174)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, adapun orang-orang kafir itu penolong mereka adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan.” (QS. al-Baqarah: 257)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’aam: 122)

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata mengenai tafsiran ayat ini, “Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan- adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 35)
[2] al-Qur’an adalah Petunjuk
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Alif lam lim. Inilah Kitab yang tidak ada sedikit pun keraguan padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 1-2). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya al-Qur’an ini menunjukkan kepada urusan yang lurus dan memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan pahala yang sangat besar.” (QS. al-Israa’: 9).
Oleh sebab itu merenungkan ayat-ayat al-Qur’an merupakan pintu gerbang hidayah bagi kaum yang beriman. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, agar mereka merenungi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an, ataukah pada hati mereka itu ada gembok-gemboknya?” (QS. Muhammad: 24). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an, seandainya ia datang bukan dari sisi Allah pastilah mereka akan menemukan di dalamnya banyak sekali perselisihan.” (QS. an-Nisaa’: 82)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (QS. Thaha: 123).
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Allah memberikan jaminan kepada siapa saja yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya, bahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akherat.” Kemudian beliau membaca ayat di atas (lihat Syarh al-Manzhumah al-Mimiyah karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, hal. 49).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa maksud dari mengikuti petunjuk Allah ialah:
  1. Membenarkan berita yang datang dari-Nya,
  2. Tidak menentangnya dengan segala bentuk syubhat/kerancuan pemahaman,
  3. Mematuhi perintah,
  4. Tidak melawan perintah itu dengan memperturutkan kemauan hawa nafsu (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 515 cet. Mu’assasah ar-Risalah)
[3] al-Qur’an Rahmat dan Obat
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Sungguh telah datang kepada kalian nasehat dari Rabb kalian (yaitu al-Qur’an), obat bagi penyakit yang ada di dalam dada, hidayah, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an itu obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Akan tetapi ia tidaklah menambah bagi orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. al-Israa’: 82)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an itu mengandung ilmu yang sangat meyakinkan yang dengannya akan lenyap segala kerancuan dan kebodohan. Ia juga mengandung nasehat dan peringatan yang dengannya akan lenyap segala keinginan untuk menyelisihi perintah Allah. Ia juga mengandung obat bagi tubuh atas derita dan penyakit yang menimpanya.” (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 465 cet. Mu’assasah ar-Risalah)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam salah satu rumah Allah, mereka membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan pasti akan turun kepada mereka ketenangan, kasih sayang akan meliputi mereka, para malaikat pun akan mengelilingi mereka, dan Allah pun akan menyebut nama-nama mereka diantara para malaikat yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim dalam Kitab adz-Dzikr wa ad-Du’a’ wa at-Taubah wa al-Istighfar [2699])
[4] al-Qur’an dan Perniagaan Yang Tidak Akan Merugi
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitab Allah dan mendirikan sholat serta menginfakkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka berharap akan suatu perniagaan yang tidak akan merugi. Supaya Allah sempurnakan balasan untuk mereka dan Allah tambahkan keutamaan-Nya kepada mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih.” (QS. Fathir: 29-30)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman maukah Aku tunjukkan kepada kalian suatu perniagaan yang akan menyelamatkan kalian dari siksaan yang sangat pedih. Yaitu kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kalian pun berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Maka niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan tempat tinggal yang baik di surga-surga ‘and. Itulah kemenangan yang sangat besar. Dan juga balasan lain yang kalian cintai berupa pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat. Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. ash-Shaff: 10-13)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman, jiwa dan harta mereka, bahwasanya mereka kelak akan mendapatkan surga. Mereka berperang di jalan Allah sehingga mereka berhasil membunuh (musuh) atau justru dibunuh. Itulah janji atas-Nya yang telah ditetapkan di dalam Taurat, Injil, dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih memenuhi janji selain daripada Allah, maka bergembiralah dengan perjanjian jual-beli yang kalian terikat dengannya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 111)
[5] al-Qur’an dan Kemuliaan Sebuah Umat

Dari ‘Amir bin Watsilah, dia menuturkan bahwa suatu ketika Nafi’ bin Abdul Harits bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfan (sebuah wilayah diantara Mekah dan Madinah, pent). Pada waktu itu ‘Umar mengangkatnya sebagai gubernur Mekah. Maka ‘Umar pun bertanya kepadanya, “Siapakah yang kamu angkat sebagai pemimpin bagi para penduduk lembah?”. Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.” ‘Umar kembali bertanya, “Siapa itu Ibnu Abza?”. Dia menjawab, “Salah seorang bekas budak yang tinggal bersama kami.” ‘Umar bertanya, “Apakah kamu mengangkat seorang bekas budak untuk memimpin mereka?”. Maka Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal Kitab Allah ‘azza wa jalla dan ahli di bidang fara’idh/waris.” ‘Umar pun berkata, “Adapun Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam memang telah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Kitab ini sebagian kaum dan dengannya pula Dia akan menghinakan sebagian kaum yang lain.”.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [817])
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5027])
[6] al-Qur’an dan Hasad Yang Diperbolehkan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara: seorang lelaki yang diberikan ilmu oleh Allah tentang al-Qur’an sehingga dia pun membacanya sepanjang malam dan siang maka ada tetangganya yang mendengar hal itu lalu dia berkata, “Seandainya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal sebagaimana apa yang dia lakukan.” Dan seorang lelaki yang Allah berikan harta kepadanya maka dia pun menghabiskan harta itu di jalan yang benar kemudian ada orang yang berkata, “Seandainya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal sebagaimana apa yang dia lakukan.”.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5026])
[7] al-Qur’an dan Syafa’at
Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah al-Qur’an! Sesungguhnya kelak ia akan datang pada hari kiamat untuk memberikan syafa’at bagi penganutnya.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [804])
[8] al-Qur’an dan Pahala Yang Berlipat-Lipat
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca satu huruf dalam Kitabullah maka dia akan mendapatkan satu kebaikan. Satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Lam Mim satu huruf. Akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Tsawab al-Qur’an [2910], disahihkan oleh Syaikh al-Albani)
[9] al-Qur’an Menentramkan Hati
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati akan merasa tentram.” (QS. ar-Ra’d: 28). Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini adalah mengingat/merenungkan al-Qur’an. Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan ketentraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali dengan menyerap bimbingan al-Qur’an (lihat Tafsir al-Qayyim, hal. 324)
[10] al-Qur’an dan as-Sunnah Rujukan Umat
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul, dan juga ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. an-Nisaa’: 59)
Maimun bin Mihran berkata, “Kembali kepada Allah adalah kembali kepada Kitab-Nya. Adapun kembali kepada rasul adalah kembali kepada beliau di saat beliau masih hidup, atau kembali kepada Sunnahnya setelah beliau wafat.” (lihat ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 14)
[11] al-Qur’an Dijelaskan oleh as-Sunnah
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr/al-Qur’an supaya kamu menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka itu, dan mudah-mudahan mereka mau berpikir.” (QS. an-Nahl: 44). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa menaati rasul itu maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Rasulullah, yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari akhir.” (QS. al-Ahzab: 21)
Mak-hul berkata, “al-Qur’an lebih membutuhkan kepada as-Sunnah dibandingkan kebutuhan as-Sunnah kepada al-Qur’an.” (lihat ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 13). Imam Ahmad berkata, “Sesungguhnya as-Sunnah itu menafsirkan al-Qur’an dan menjelaskannya.” (lihat ad-Difa’ ‘anis Sunnah, hal. 13)
Wallahu a’lam bish showab. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.




Minggu, 14 April 2013

Ibnu Taimiyah




Ibnu Taimiyah, gambar ilustrasi artis.
Abul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani (Bahasa Arab: أبو عباس تقي الدين أحمد بن عبد السلام بن عبد الله ابن تيمية الحراني), atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taimiyah saja (lahir: 22 Januari 1263/10 Rabiul Awwal 661 H – wafat: 1328/20 Dzulhijjah 728 H), adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki.
Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'ut tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'in, adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.

Biografi

Ia berasal dari keluarga religius. Ayahnya Syihabuddin bin Taimiyah adalah seorang syaikh, hakim, dan khatib. Kakeknya Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani adalah seorang ulama yang menguasai fiqih, hadits, tafsir, ilmu ushul dan penghafal Al Qur'an (hafidz).
Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268), Ibnu Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.

Perkembangan dan hasrat keilmuan

Semenjak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus, ia segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, hafizh dan ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu ushuluddin dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadits, dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kutubu Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.
Suatu kali ketika ia masih kanak-kanak, pernah ada seorang ulama besar dari Aleppo, Suriah yang sengaja datang ke Damaskus khusus untuk melihat Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, iapun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya, sehingga ulama tersebut berkata: "Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah sepertinya".
Sejak kecil ia hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama sehingga mempunyai kesempatan untuk membaca sepuas-puasnya kitab-kitab yang bermanfaat. Ia menggunakan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar dan menggali ilmu, terutama tentang Al-Qur'an dan Sunnah Nabi.

Kepribadiannya

Dia adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”

Menjadi Jenderal

Sangat luar biasa, tidak hanya di lapangan ahli ilmu pengetahuan saja ia terkenal, ia juga pernah memimpin sebuah pasukan untuk melawan pasukan Mongol di Syakhab, dekat kota Damaskus, pada tahun 1299 Masehi dan beliau mendapat kemenangan yang gemilang. Pada Februari 1313, beliau juga bertempur di kota Jerussalem dan mendapat kemenangan. Dan sesudah karirnya itu, beliau tetap mengajar sebagai profesor yang ulung [1]

Pendidikan dan karyanya

Di Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-Qur'an. Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.
Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Ia memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah atau dalil, ia memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir atau ahli tafsir. Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu 'ushul sambil mengomentari para filusuf . Sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syari'ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang terkenal adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam agama Islam

Wafatnya

Ibnu Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur an surah Al-Qamar yang berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin"[1] . Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20 DzulHijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin.
Jenazah ia disalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.

Catatan Kaki

  1. ^ a b Taqijuddin Ibnu Taimyah,Prof. 1967. Pokok-pokok Pedoman Islam Dalam Bernegara. Bandung: C.V. Diponegoro.

Pranala luar

Ibn Battuta


200
Abu Abdullah Muhammad Ibn Battuta (Bahasa Arab: أبو عبد الله محمد ابن بطوطة) (lahir 24 Februari 1304 - 1369) merupakan seorang Berber Maghribi dari golongan Muslim Sunni. Beliau merupakan cendiakawan dan ulama Mazhab Maliki, dan kadang-kalanya berkhidmat sebagai Qadi atau hakim. Walaubagaimana pun beliau tersohor sebagai penjelajah dan pengembara dan menulis mengenai pengembaraanya selama hampir 30 tahun merangkumi lebih kurang 117,000 km. Penjelajahannya meliputi daerah yang sekarang merupakan Afrika Barat hingga ke Pakistan, India, Maldives, Sri Lanka, Asia Tenggara dan China, jarak yang jauh lebih hebat dari Marco Polo yang hidup hampir seera dengan beliau.

Isi kandungan

Haji pertama

Ibn Battuta dilahirkan di Tangier, Maghribi, pada 24 Februari 1304 era Dinasti Marinid.Beliau mempelajari mazhab Sunni Maliki di Afrika Utara.Pada Jun 1325,ketika beliau berumur 21 tahun, Ibn Battuta mengerjakan Haji di Mekah yang mengambil masa 16 bulan.Sejak itu beliau mengembara selama 24 tahun.
Perjalanannya ke Mekah adalah melalui jalan darat mengikuti pantai Afrika Utara menyeberangi Kesultanan Abd al-Wadid dan Hafsid. Beliau melewati Tlemcen, Bejaia dan kemudian ke Tunisia di mana beliau tinggal selama dua bulan. Beliau biasanya memilih untuk bergabung dengan sebuah karavan untuk mengurangkan risiko daripada diserang. Di bandar Sfax, beliau berkahwin untuk pertama kalinya.
Pada awal 1326, selepas perjalanan lebih dari 3.500 km , Ibn Battuta tiba di Pelabuhan Iskandariahsemasa pemerintahan kerajaan Mamluk Bahri. Kemudian mengembara ke pedalaman Kaherah , sebuah bandar penting ketika itu.Beliau tinggal di situ selama sebulan. Beliau berpusing-pusing ke Mekah,ke Lembah Nil,ke Laut Merah serta ke Pelabuhan Aydhab.Kemudian beliau berhadapan dengan pemberontakan tempatan.
Beliau kembali ke Kaherah. Seterusnya beliau menuju ke Damsyik yang dikuasai oleh Mamluk. Beliau berjumpa dengan seorang lelaki alim yang mencadangkan beliau pergi ke Makkah melalui Syria. Perjalanannya melalui Hebron, Baitulmuqaddis dan Betlehem .
Ketika di bulan Ramadhan beliau berada di Damsyik bersama-sama dengan sebuah kafilah dan telah berada sejauh 1500 km dari Damsyik ke Madinah iaitu lokasi makam Nabi Islam Muhammad. Setelah 4 hari berada di bandar, beliau meneruskan perjalanan menuju ke Mekah. Beliau mengerjakan haji di Mekah dan mendapat gelaran Haji. Seterusnya beliau menuju ke Ilkhanate yang terletak di antara Iraq dan Iran.

Iraq dan Parsi

Pada 17 November 1326, dia bersama kafilah besar , dari Semenanjung Arab menuju ke Iraq. Mulanya menuju ke utara Madinah. Pada malam hari, menuju ke timur laut di Dataran Nejd / Najaf selama 44 hari perjalanan. Di Najaf dia mengunjungi makam Ali bin Abi Talib iaitu Khulafa Rasyidin ke-4. Tempat ini sangat dihormati oleh penganut mazhab Syiah.
Terus ke Baghdad dengan kafilah. Ibn Battuta menuju ke Parsi. Dari Najaf dia menuju ke Sungai Tigris dan ke Basra. Seterusnya sampai di Kota Isfahan di Banjaran Zagros di Parsi. Dia menuju selatan ke Syiraz, sebuah bandar berkembang dan terhindar dari serangan Mongol di utara. Akhirnya, dia kembali melintasi pergunungan dan tiba di Baghdad pada bulan Jun 1327. Bandar itu rosak teruk akibat serangan tentera Hulagu Khan.
Di Baghdad beliau mendapati bahawa Abu Sa'id bersatu dengan Ilkhanid. Ibn Battuta mengembara lagi ke Tabriz dan menuju ke Jalur Sutra.
Dia kembali lagi ke Baghdad pada bulan Julai. Dia menyusur Sungai Tigris dan tiba di Mosul, kemudian Cizre dan Mardin kini di dalam Turki. Seterusnya melintasi Gurun Arab ke Mekah. Ibn Battuta sakit dan letih untuk mengerjakan haji kedua.

Afrika Timur

Ibn Battuta tinggal selama beberapa waktu di Mekah. Dari September 1327 hingga musim gugur 1330. Beliau telah menghabiskan waktu hanya satu tahun dan pergi selepas menunaikan Haji pada 1328.
Pada 1328 (atau 1330) dari Mekah, beliau menuju ke Pelabuhan Jeddah di pantai Laut Merah. Dengan menaiki beliau perahu di sampai di Yaman , melawat Zabid. Kemudian Dataran Ta'izz di mana beliau bertemu dengan Rasulid Malik (raja) Mujahid Nuruddin Ali. Ibn Battuta turut melawat Sana'a tetapi fakta ini diragui. Dari Ta'izz beliau pergi ke Pelabuhan Aden pada 1329. Aden merupakan pusat transit perdagangan antara India dan Eropah.
Di Aden, beliau memulakan kapal pertama menuju ke Zeila di pantai Afrika Teluk Aden . Seterusnya ke Cape Guardafui dan menyusuri pantai Afrika Timur. Menghabiskan masa seminggu di setiap destinasi. Beliau melawat Mogadishu, Mombasa, Zanzibar, dan Kilwa. Dengan kapal itu beliau kembali belayar pulang ke Arab Saudi dan melawat Oman serta Selat Hormuz. Beliau kemudian kembali ke Mekah untuk haji dari 1330 (atau 1332).

Empayar Byzantine, Golden Horde, Anatolia, Asia Tengah dan India

Setelah setahun di Makkah, Ibn Battuta memutuskan untuk dengan Sultan Delhi, Muhammad bin Tughluq. Pada 1330 (atau 1332) beliau sampai di Anatolia, yang berada di bawah kerajaan Saljuk. Dari sana beliau menuju ke India. Beliau sampai ke pelabuhan Syria lathqiyah di Genoa dengan menaiki kapal dan mendarat di Alanya- kini Turki. Dengan menggunakan jalan darat beliau ke Konya dan kemudian ke Sinope di pantai Laut Hitam.
Menyeberangi Laut Hitam, Ibn Battuta mendarat di Caffa (sekarang Feodosiya), di Crimea, dan memasuki tanah-tanah Golden Horde. Beliau membeli sebuah gerabak dan bergabung dengan kafilah Ozbeg milik Golden Horde's Khanmenuju ke Astrakhan di Sungai Volga.
Tiba di Astrakhan, Putri Bayalun telah hamil dianggap haram putri Maharaja Byzantine Andronikos III Palaiologos, untuk kembali ke rumahnya di bandar Constantinople untuk melahirkan.
Tiba di Constantinople pada akhir 1332 (atau 1334) dia bertemu dengan Maharaja Byzantine , Andronikos III Palaiologos. Dia melawat gereja Hagia Sophia. Setelah sebulan di situ, beliau menyelusuri kembali laluan ke Astrakhan kemudian melewati Kaspia dan Laut Aral menuju ke Bukhara dan Samarkand. Dari sana beliau ke selatan dan sampai di Afghanistan untuk menyeberang ke India.
Kesultanan Delhi dari Dar al-Islam. Sultan Muhammad bin Tughluq telah membawa banyak sarjana Muslim dan pegawai untuk mengkonsolidasikan kawalannya. Sementara di Makkah, Ibn Battuta bekerja sebagai kadi ( hakim) atas lantikan sultan.
Ibn Battuta berdalih hendak mengerjakan haji. Tetapi Sultan memintanya untuk menjadi duta ke Dinasti Yuan China.

Asia Tenggara dan China

Dalam perjalanan rombongannya telah diserang oleh Hindu. Beliau telah dirompak dan hampir kehilangan nyawa. Beliau meneruskan perjalanan ke Khambhat (Cambay). Dari sana, mereka belayar ke Kozhikode (Calicut) (dua abad kemudian, Vasco da Gama juga mendarat di tempat yang sama). Ibn Battuta melawat sebuah masjid di tepi pantai ketika ribut taufan. Salah satu kapal ekspedisi tenggelam. Beliau telah ditawan oleh seorang raja tempatan di Sumatera beberapa bulan kemudian.
Takut untuk kembali ke Delhi dalam kegagalan, beliau tinggal lama di selatan India di bawah perlindungan Jamal-ud-Din. Jamal-ud-Din penguasa kecil tapi kuat Nawayath kesultanan di tepi Sungai Sharavathi di pantai Laut Arab.Sekarang dikenali sebagai Hosapattana di Honavar Tehsil, Kannada. . Apabila Kesultanan diguling , Ibn Battuta telah meninggalkan India.Beliau memutuskan untuk meneruskan ekspidisi ke China dan dalam perjalanan telah singgah di pulau Maldives.
Beliau telah menetap selama sembilan bulan di Kepulauan Maldive . Penduduk pulau itu baru sahaja meganut ajaranIslam. Beliau juga dilantik menjadi ketua hakim dan berkahwin dengan keluarga diraja Omar dan terlibat dalam politik tempatan .Dilihatnya wanita tempatan tanpa pakaian di atas pinggang .Kemudian beliau pergi ke Sri Lanka dan melawat Puncak Adam.
Dari Sri Lanka, kapalnya hampir tenggelam akibat ribut dan dia diserang oleh lanun.Beliau kembali ke Kozhikode (Calcutta) dan kemudian belayar ke Maldives sekali lagi sebelum sampai ke Dinasti Mongol Yuan China.
Kali ini beliau berjaya sampai di Chittagong, Sumatera, Vietnam, Filipina dan akhirnya Quanzhou di daerah Fujian , China. Dari sana, beliau pergi ke utara Hangzhou, tidak jauh dari Shanghai moden. Dia melalui terusan besar ke Beijing (tapi diragui).

Kembali ke rumah dan Black Death

Ketika di Quanzhou, Ibn Battuta mengambil keputusan untuk pulang ke Maghribi. Beliau kembali ke Calicut (Kozhikode sekarang) sekali lagi. Seterusnya meneruskankan perjalanan ke Mekah melalui Selat Hormuz dan Ilkhanate.Pada ketika itu berlaku perang saudara .
Beliau kembali ke Damsyik dan mendapat tahu bapanya telah meninggal dunia. Beliau pergi ke Sardinia, lalu kembali ke Tangier untuk bertemu dengan ibunya yang juga meninggal dunia, beberapa bulan sebelumnya.

Andalusia dan Afrika Utara

Setelah beberapa hari di Tangier, Ibn Battuta berangkat ke Andalusia. Alfonso XI dari Kastilia dan León mengancam mengambil Gibraltar.Ibn Battuta bergabung dengan sekelompok umat Islam meninggalkan Tangier untuk berperang demi mempertahankan pelabuhan Gibraltar. Alfonso dapat dibunuh dan ancaman telah surut. Beliau berjalan melalui Valencia dan akhirnya sampai di Granada.
Ketika beliau meninggalkan Andalusia, beliau memutuskan untuk berhenti di Marrakech , yang hampir menjadi bandar hantu akibat beberapa wabak penyakit .Ibukotanya telah dipindahkan ke Fez.
Sekali lagi beliau kembali ke Tangier, dan ia berpindah sekali lagi. Dua tahun kemudian beliau pergi ke Kaherah .Beliau berhasrat mengunjungi kerajaan Muslim di seberang Gurun Sahara.

Sahara , Mali dan Timbuktu

Pada musim gugur 1351, Ibn Battuta meninggalkan Fez dan membeli beberapa unta dan tinggal selama empat bulan disana. Pada Februari 1352 , setelah 25 hari perjalanan beliau tiba di lombong garam di Taghaza.Bangunan-bagunan dibina daripada bongkah garam oleh hamba dari suku Masufa, yang bekerja memotong bongkah garam. Garam diangkut dengan menggunakan unta. Taghaza adalah pusat komersil dan memiliki banyak emas .Ibn Battuta tidak tertarik kerana tempat itu hanya ada air payau dihurungi lalat.
Selepas 10 hari tinggal di Taghaza beliau dan kafilah berangkat ke oasis Tasarahla (mungkin Bir al-Ksaib). Beliau berhenti selama 3 hari dan berjalan kaki melintasi gurun pasir yang luas. Dari Tasarahla sampai ke bandar oasis Oualata dan beliau mengambil air untuk kafilah yang dahaga. Oualata terletak di hujung selatan jalan perdagangan ke Empayar Mali. Kafilah beliau menyeberangi 1.600 km selama 2 bulan dari padang pasir dari Sijilmasa.
Kemuian dia berangkat ke barat daya Sungai Nil @(sebenarnya Sungai Niger) dan tiba di ibu negara Empayar Mali.Dia bertemu Mansa Sulaiman, raja sejak 1341. Ibn Battuta melihat hamba perempuan , pelayan, dan bahkan anak-anak perempuan sultan yang masih telanjang bulat. Pada bulan Februari ,dengan menaiki beliau unta sampai di Timbuktu yang pada masa itu kecil sahaja. Ibn Battuta dengan menaiki perahu pergi ke Gao selama satu bulan. Beliau menerima mesej daripada Sultan Maghribi memerintahkan beliau pulang. Beliau berangkat ke Sijilmasa pada September 1353 dan sampai di Maghribi pada awal tahun 1354.

Rihla

Setelah pulang ke rumah dari perjalanannya pada 1354 dan di atas dorongan Sultan Maghribi, Abu Inan Faris, Ibnu Battuta menulis catatan perjalanan kepada Ibnu Juzayy, seorang sarjana yang beliau pernah bertemu di Grenada. Catatan ini adalah sumber maklumat tentang kembaranya dengan tajuk 'Rihla' atau "The Journey".
Ibn Battuta membuat catatan selama 29 tahun berdasarkan ingatan dan naskah terdahulu. Ketika menjelaskan Damsyik, Makkah, Madinah dan beberapa tempat-tempat lain di Timur Tengah adalah berdasarkan catatan Ibn Jubayr.Gambaran tempat di Palestin jelas disalin daripada catatan musafir abad ke-13 Muhammad al-Abdari.
Ramai orientalis tidak percaya bahawa Ibn Battuta melawat semua tempat yang beliau gambarkan. Ibn Battuta bergantung kepada khabar angin dan pengembara dahulu. Contohnya Ibn Battuta melakukan perjalanan di Sungai Volga .Orientalis juga mempersoalkan apakah dia benar-benar melawat China. Namun beliau berjaya menggambarkan seluruh dunia pada abad ke-14.
Ibn Battuta sering mengalami kejutan budaya di banyak tempat yang tidak sesuai dengan dengan latar belakang muslim ortodoks. Di Turki dan Mongol, beliau hairan melihat wanita bebas bercakap. Bahawa lelaki-lelaki adalah pelayan wanita tetapi sebenarnya adalah suaminya.Adat pakaian di Maldives dan di sub-Sahara di Afrika terlalu mendedahkan.
Setelah selesainya Rihla pada 1355, hanya sedikit yang diketahui tentang kehidupan Ibnu Battuta. Beliau dilantik menjadi hakim di Maghribi dan meninggal dunia pada tahun 1368 atau 1369.
Pada awal 1800-an bukunya diterbitkan dalam Bahasa Jerman dan Inggeris berdasarkan manuskrip yang dijumpai di Timur Tengah yang mengandungi versi pendek Arab Ibnu Juzayy . Ketika tentera Perancis menduduki Algeria pada 1830-an, mereka menemui lima naskah Constantine termasuk dua yang mengandungi versi lebih lengkap .Naskah ini dibawa kembali ke Bibliothèque Nationale di Paris dan dipelajari oleh sarjana Perancis, Charles Defrémery dan Beniamino Sanguinetti. Pada 1853, mereka menerbitkan siri daripada empat jilid mengandungi teks arab dan diterjemah ke dalam Bahasa Perancis. Sekarang telah diterjemahkan kepada banyak bahasa lain.
Ibn Battuta melakukan perjalanan hampir 75.000 batu dalam hidupnya. Berikut adalah senarai tempat-tempat yang dilawati.

Rujukan dan pautan

Abdullah bin Abbas


Abdullah bin Abbas (Bahasa Arab عبد الله بن عباس) adalah seorang Sahabat Nabi, dan merupakan anak dari Abbas bin Abdul-Muththalib, paman dari Rasulullah Muhammad SAW. Dikenal juga dengan nama lain yaitu Ibnu Abbas (619 - Thaif, 687/68H).
Ibnu Abbas merupakan salah satu sahabat yang berpengetahuan luas, dan banyak hadits sahih yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas, serta beliau juga menurunkan seluruh Khalifah dari Bani Abbasiyah.

Keluarga

Dia merupakan anak dari keluarga yang kaya dari perdagangan bernama Abbas bin Abdul-Muththalib, maka dari itu dia dipanggil Ibnu Abbas, anak dari Abbas. Ibu dari Ibnu Abbas adalah Ummu al-Fadl Lubaba, yang merupakan wanita kedua yang masuk Islam, melakukan hal yang sama dengan teman dekatnya Khadijah binti Khuwailid, istri Rasululah. [1].
Ayah dari Ibnu Abbas dan ayah dari Muhammad merupakan anak dari orang yang sama, Syaibah bin Hâsyim, lebih dikenal dengan nama Abdul-Muththalib. Ayah orang itu adalah Hasyim bin Abdulmanaf, penerus dari Bani Hasyim klan dari Quraisy yang terkenal di Mekkah. Ibnu Abbas juga memiliki seorang saudara bernama Fadl bin Abbas

Hadis Tentang-nya

  • Ibnu Abbas pernah didekap Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW berkata, Ya Allah, ajarkanlah kepadanya hikmah. Yang dimaksud hikmah adalah pemahaman terhadap Al-Qur'an. [2]
Ibnu Abbas pernah melihat Malaikat Jibril dalam dua kesempatan, Ibnu Abbas berkata:
  • Aku bersama bapakku di sisi Rasulullah dan di samping Rasulullah ada seorang laki-laki yang membisikinya. Maka seakan-akan beliau berpaling dari bapakku. Kemudian kami beranjak dari sisi Rasulullah seraya bapakku berkata, Wahai anakku, tahukah engkau kenapa anak laki-laki pamanmu (Rasulullah) seperti berpaling (menghindari aku)? Maka aku menjawab, Wahai bapakku, sesungguhnya di sisi Rasulullah ada seorang laki-laki yang membisikinya. Ibnu Abbas berkata, Kemudian kami kembali ke hadapan Rasulullah lantas bapakku berkata, Ya Rasulullah aku berkata kepada Abdullah seperti ini dan seperti itu, kemudian Abdullah menceritakan kepadaku bahwa ada seorang laki-laki di sampingmu yang berbisik-bisik kepadamu. Apakah benar memang ada seseorang di sampingmu? Rasulullah balik bertanya, Apakah engkau melihatnya ya Abdullah? Kami menjawab, Ya. Rasulullah bersabda, Sesungguhnya ia adalah Jibril alaihiwassalam. Dialah yang menyibukkan kami dari kamu sekalian. [3]
  • Abbas mengutus Ibnu Abbas kepada Rasulullah dalam suatu keperluan, dan Ibnu Abbas menjumpai Rasulullah bersama seorang laki-laki. Maka tatkala ia kembali dan tidak bicara kepada Rasulullah, maka Rasulullah bersabda, Engkau melihatnya ? Abdullah (Ibnu Abbas) menjawab, Ya, Rasulullah bersabda, Ia adalah Jibril. Iangatlah sesungguhnya ia tidak akan mati sehingga hilang pandangannya (buta) dan diberi (didatangkan ilmu). [4]
Ia pernah di doakan Nabi dua kali, saat didekap beliau dan saat ia melayani Rasulullah dengan mengambil air wudlu, Rasululah berdoa, Ya Allah fahamkanlah (faqihkanlah) ia. (HR. Muslim)
Ibnu Abbas wafat pada tahun 78 hijriyah, dalam usia 75 tahun, diriwayat lain 81 tahun. Dari Ibnu Jubair menceritakan, bahwa Ibnu Abbas wafat di Thaif.

Referensi

  1. ^ http://www.themodernreligion.com/family/m-past.html
  2. ^ HR. Tirmidzi dalam Tuhfatul Ahwadzi Juz X No. 40077.
  3. ^ HR. Ahmad dalam Fathu Rabbani dan A-Thabrani dengan sanad shahih
  4. ^ HR. Thabrani dengan sanad dan rijal kuat

Biografi Ibnu Sina




Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu.



Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya.


Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar. Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan demikian;

“Semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya... Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.” Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai cabangnya.



Kesibukannya di pentas politik di istana Mansur, raja dinasti Samani, juga kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir Syamsud Daulah Deilami dan konflik politik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan antara kelompok bangsawan, tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan penahanannya selama beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa Hamedan, tak menghalangi beliau untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan risalah.



Ketika berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah memperoleh buku yang diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab Qanun dalam ilmu kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang dibeni nama kitab Al-Syifa’. Namun ketika harus bepergian beliau menulis buku-buku kecil yang disebut dengan risalah. Saat berada di dalam penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menggubah bait-bait syair, atau menulis perenungan agamanya dengan metode yang indah.



Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.



Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi,

 kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.



Ibnu juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.



Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.”



Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.



Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.



Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya.



Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.



Ibnu Sina wafat pada tahun 428 hijriyah pada usia 58 tahun. Beliau pergi setelah menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu Sina adalah contoh dari peradaban besar Iran di zamannya.